Sabtu, 31 Desember 2016

The First Day of the Journey



Kali ini aku ingin membagikan cerita perjalananku di hari pertama menuju ke negeri Petronas Twin Towers pada tanggal 6 November 2016 lalu. Awalnya aku hanya ingin menyimpan kenangan ini di dlm ingatanku sendiri, akan tetapi seorang teman yg sudah kuanggap sebagai rekan telah menyadarkanku satu hal bahwa tulisan bs dijadikan hasil yg tersisa di bumi ini jika diri ini sudah tak ada lagi. Yah, itu benar. Siapa lagi yang akan mengetahui cerita-cerita kita jikalau kita sudah tidak ada lagi atau mungkin saat kita sudah tua nanti mungkin saja kita sudah lupa detail cerita-cerita kita sendiri. Oleh karena itu, aku pun ingin menuliskannya...... say thanks to my partner! (/^0^)/

Well, mari kita putar kembali ingatanku saat hari pertama perjalanan. Perjalanan ini cukup panjang, memakan waktu 5 hari. Namun kali ini aku hanya ingin menceritakan hari pertamaku saja. Ini adalah perjalanan ke luar negeri bersama teman-teman seangkatan plus dosen dalam rangka PKL memenuhi persyaratan mata kuliah. Ini untuk pertama kalinya aku pergi seorang diri tanpa keluarga(ya! biasanya aku memang selalu menjadi buntut keluarga haha.....) Di malam hari sebelum keberangkatan, aku mempersiapkan semuanya. Dosen ketua prodi dan pihak travel memberi arahan kepada kami semua bahwa koper jangan lebih dari 8kg, oleh karena itu aku mempersiapkan perlengkapan di dlm koper beserta barbel seberat 8kg sebagai alat ukurnya. Setelah selesai, aku memotret koperku+barbelnya lalu aku sengaja mempostingnya di BBM. Seperti dugaanku, salah satu temanku berkomentar, "hey apa barbel itu jg ingin kau bawa?" aku pun menjawab, "ya, untuk jaga diri" (wah wah aku msh sempat2nya bercanda, tak sadar bahwa hari esok adalah hari pertama dimana aku dilepas pergi seorang diri oleh org tuaku hahaha).

Hari esok pun datang, aku yang hampir seumur hidupku tidak pernah memakai celana sejenis jeans akhirnya memakai benda itu jg. Semua temanku kaget, ada yang bilang, "wow Rena! akhirnya kau memakai celana!" aku pun menjawab, "ini style super”(haha aku takut jatuh disana sedangkan kakiku baru beberapa bulan yang lalu patah.. well, mungkin suatu saat akan aku ceritakan juga kepada pembaca kisah heroik ku berjalan menaiki tangga pakai tangan demi UAS dengan kaki yang patah hahaha). Lalu, kami pun berbaris untuk mengantri di bandara internasional Sultan Mahmud Badarudin II, Palembang. Sebelum pergi, tak lupa aku mengambil foto bersama kedua orang tuaku dan bersalaman dengan mereka. Aku berpikir jika saja pesawat kami terjadi apa2, ini terakhir kalinya aku melihat mereka. Kemudian, ibuku pun memberiku makanan kecil dan minuman... (oh no, minuman! banyak sekali! Ada aqua, susu, dll sedangkan kami sdh diperingatkan utk tdk membawa cairan saat diperiksa!) Namun, aku tak ingin menolak pemberian ibuku, maka aku mengambilnya kemudian aku dan teman-temanku pun mengantri masuk ke dalam...Aku menoleh ke belakang keluar jendela, disanalah ada orang tuaku berdiri menatapku. Aku sok tegar dengan memasang wajah konyol yang biasa kumainkan dirumah dan tertawa. Aku selalu menutupi kesedihanku dengan cara membuat lelucon. Saat melakukan imigrasi, air yang banyak itu pun diperintahkan oleh petugasnya utk dibuang.. namun aku tak rela membuang pemberian ibuku. Maka aku rela ketinggalan antrian, terputus dari teman-temanku demi menghabiskan semua air2ku. Aku tak takut terpisah karena kami memakai jaket berwarna kuning abu yang sama sebagai tanda. Aku dengan tenang meminum semua air yang kupunya, baik air putih maupun susu sekaligus (wah, kembung nih! Aku mabuk air T_T) lalu aku pun kembali melakukan pemeriksaan sampai masuk ke dlm ruang tunggu.

Pesawat Lion Air tujuan Kuala Lumpur pun hendak berangkat, kami semua diperintahkan untuk masuk. Aku duduk di bangku nomor 25C, dua kursi disebelahku adalah teman sekelasku yaitu Maria dan Mela. Aku bertukar tempat dengan Mela sehingga aku duduk di tengah diantara mereka. Saat pesawat berangkat, ketika aku menoleh kesamping kanan, aku melihat temanku menitikkan air mata. Oh, tidak! karena melihat dia menangis, aku pun akhirnya ikut menitikkan air mata sejenak. Angkatan kami mayoritas perempuan, laki2 nyaris tak ada, karena itu kami bs saling mengerti.

Tanah Kuala Lumpur pun akhirnya kami pijak dengan selamat. Kami mengantri kembali untuk imigrasi. Namun aku dan 1 temanku bandel (hohoho...) kami berdua keluar dari antri untuk membeli SIM card sedangkan yang lain tetap antri ikut dosen. Banyak sekali orang asing yg ada disana, berbagai bahasa terdengar di telingaku, termasuk kami pun memakai bahasa asing yaitu Palembang. Aku melirik salah satu orang disekitar kami, ada yang melirik kearah kami dengan ekspresi menduga2.. entah mungkinkah mereka juga orang Palembang dan mengerti apa yang kami ucapkan? Saat itu kami seperti 2 anak ayam yang lepas dari barisannya, parahnya kami melepas jaket PKL saat itu sehingga bisa saja dosen dan rombongan kami meninggalkan kami. Kami stop dipinggiran sebelum ruang imigrasi utk membeli SIM Card. Awalnya, kami memakai bahasa Inggris berbicara dengan penjualnya, namun ternyata dua penjual itu bisa berbahasa Indonesia (meski logatnya masih Malay sih haha). Aku membeli kartu 2gb Tune Talk seharga 30 Ringgit, sebenarnya aku tak perduli dengan harga saat itu karena aku mengkhawatirkan rombongan kami yang semakin jauh meninggalkan kami. Seolah-olah tahu bahwa aku gelisah,  penjual itu mengajak kami ngobrol sambil mengaktifkan sim card yang kami beli. Kekhawatiranku cukup mencair, aku pun enjoy saja berbicara dengan mereka (setidaknya, tips agar tidak diganggu adalah jangan memasang wajah takut ataupun wajah bingung didepan orang asing). Mereka sangat ramah, dan aku suka sekali dengan cara bicara mereka. Kami berbicara santai seolah-olah sudah sangat akrab dengan mereka lalu setelah selesai memasangkan sim card, sinyal muncul kembali dengan tanda WhatsApp dari ayah dan ibuku yang berbunyi berkali2. Lalu, kami pun membayar, mengucapkan terima kasih dan berlari masuk ke dalam ruang imigrasi. (wow, sudah jauh sekali para rombongan!)  Kecemasan kembali bersemayam di hatiku, sedangkan kami tak mungkin menjerit sekuat tenaga, "oy!! kami disini, tunggu kami!!" ditengah keramaian orang. Temanku yang satu ini yang sangat pemberani, dia berkata, "tenang saja, yang penting skrg kita tak perlu pusing mikir beli SIM card." Ada benarnya sih dia, tapi aku tetap khawatir karena ini antrian, tidak bs cepat ataupun memotong.  Aku hanya dpt berdoa, aku sangat yakin dimana pun aku berada penciptaku selalu melihatku. Bingo! Keberuntungan sedang memihak kami! tak lama dari itu, antrian yang satu lagi terbuka sehingga bule-bule di depan dan dibelakang kami menyerbu antrian itu. Kesempatan itulah yg kami gunakan untuk ikut menyusup mendekat kearah rombongan kami. Akhirnya kami pun bersatu dengan antrian mereka meski paling belakang. Salah satu teman kami menoleh dan menyapa kami berdua. Di antrian, ada bapak2 menegur kami.. ternyata dia orang India, dia menanyakan asal kami dan mengajak kami ngobrol..... mungkin dia hanya ingin mengisi waktu luang saat mengantri.

Setelah imigrasi, sampai aku yang paling terakhir ditunggu oleh pak ketua prodi, akhirnya kami berkumpul utk mengambil koper masing2. Aku menemukan koperku berwarna ungu yang sudah di ikat dengan tulisan 10kg, ternyata 8kg itu hanya batas yang diberikan oleh pihak travel. Sebenarnya, koperku sudah 2x kulewati karena pin dari Fun Walk dan Mentoring yang kupasang di koper itu ternyata sudah dilepaskan oleh orang saat pemeriksaan (padahal itu kenangan!!! T_T). Saat menunggu, entah menunggu apa, aku berinisiatif utk duduk diatas koperku sendiri dan semua temanku pun ikut duduk diatas koper mereka masing2. Saat itu juga hapeku tiba2 berbunyi BBM dan Line yang sgt banyak secara bersamaan lalu teman-teman disekitarku pun menoleh ke arahku. Aku terdiam menahan nafas seolah2 tak mendengar apa2, mereka bak vampire yang sedang haus darah, ada yg berkata, "wow, ada sinyalkah?" aku pun mengakui bahwa tadi aku membeli SIMcard, lalu aku berupaya mendiamkan mereka dengan berkata, "nanti aku hidupkan wifi kok", ya akhirnya mereka pun tidak membahasnya lagi..

Aku dan rombongan pun berjalan sambil menyeret koper yang berat, ditambah tas ranselku yang kembung yang diluarnya aku ikatkan kantung makanan dari ibuku (kayak pengembara, entah saat itu aku tak perduli dengan penampilanku toh gak ada yang kenal wkwk). Kami berjalan menuju ke bus yang sudah kami sewa oleh pihak travel. Di bus aku duduk sebangku dengan teman sekamarku yaitu Jasmine. Aku duduk di bangku nomor 27 (ya! nomor Stoner!! hehe). Bus nya ada dua, bus utk anak Indralaya dan bus utk anak bukit. Di dlm bus aku menghidupkan wifiku utk teman2 yg minta, sekitar 4 orang saat itu namun aku memperingatkan mereka jgn download sesuatu yg dpt menguras banyak data. Diperjalanan sangat seru, teman2 dibelakang bercanda ria dengan tawa mereka yang menggelegar didalam bus kami. Kami semua pun ikut tertawa mendengar cerita2 mereka yg terdengar sampai ke depan keseluruh isi bus ini meski didepan ada pak ketua prodi. Oh ya, tujuan pertama kami adalah Istana Negara!

Di Istana Negara, kami hanya berfoto dan melihat-lihat sekitar. Saat berfoto, aku dan temanku ditegur oleh seorang wanita yang berasal dari Thailand. Kami berpikir dia meminta tolong kepada kami agar memotretnya, ternyata dia malah mendekatkan kami kepadanya dan ingin berfoto bersama kami. Kaget, tapi tetap tersenyum.. cheer! (namun fotonya dihape dia T_T) Tak lama dari itu kami pun dipanggil kembali ke bus untuk makan siang dan beribadah. Untuk pertama, kami masih makan di rumah makan padang yang ada disana wkwk.

Sumpah, masjidnya bagus... luas dan besar, rasanya foto dan video pun hasilnya tak sebagus yang dilihat oleh mata. Disitu aku berkhayal seandainya aku seorang ilmuwan, aku ingin menciptakan kaca mata yang memiliki kamera yang dapat merekam semuanya sama persis dengan yang dilihat oleh mata. Di masjid kami kesasar, disana banyak laki-laki arab yang hitam dan tinggi. Muncullah pepatah, “malu bertanya sesat dijalan”, kami pun bertanya dimana lokasi wudhu untuk wanita. Akhirnya setelah berkeliling, bertemu jalan buntu, belok sana sini, kami pun sukses beribadah zuhur sekaligus menjamak asar karena waktu asar pasti masih di dalam bus.

Tujuan selanjutnya adalah Cocoa Boutique dan Twin Towers. Cocoa adalah rumah coklat di malaysia. Proses pembuatan coklat pun ada disana, kami menonton ibu-ibu yang berbahasa malay menjelaskan proses pembuatan coklat itu, kemudian ia memberikan kami satu per satu sample untuk dicicipi (wow, enak bgt!), kami berfoto-foto disana. Lokasi Cocoa Boutique dekat dengan Twin Towers maka setelah itu kami hanya berjalan kami menuju ke tamannya. Waktu banyak kami habiskan di taman petronas twin towers sampai hampir magrib. Kami hanya berfoto-foto, aku bergulingan di taman yang bersih itu untuk memotret ujung twin towers yang tinggi (gak perduli ah, gak ada yang kenal aku juga). Well, saat itu aku merasa alangkah luasnya dunia ini dan alangkah bahagianya melakukan perjalanan bersama teman-teman.

Malam hari pun datang, di negara ini gelapnya langit lebih lama daripada di Indonesia. Pukul 7 di Indonesia sudah gelap, namun disini masih kayak senja. Kami pun makan malam di restoran berbintang. Meja bundar yang aku dan temanku tempati sangatlah ramai karena teman-temanku tak hentinya membuat lelucon. Temanku yang lagi sakit pun mendadak sembuh saat itu karena tertawa. Lebih parahnya, kami berebutan makanan sehingga makanannya melumer sampai ke alas mejanya. Bahkan saat pelayan belum meletakkan piring dari tangannya ke meja, kami sudah menyerbunya membuat pelayan-pelayan itu pun ikut tertawa kecil.

Angin malam pun membelai wajahku diperjalanan menuju ke hotel. Aku pun terdiam menatap Twin Towers. Aku tak menyangka saat iini aku berdiri tegak dilangit malam seorang diri tanpa orang tuaku. Aku tak pernah melakukan perjalanan jauh tanpa mereka, tapi kali ini aku sendiri bersama teman-temanku. Aku merasa lebih hidup, degub jantungku terasa berdegub kencang. Aku sadar, aku sudah berumur, tak pantas lagi selalu berada dirumah bersama orang tua, aku harus mendapatkan banyak pengalaman karena jika penciptaku mengizinkan, suatu saat aku akan memiliki pasangan hidup yang akan aku urus keperluannya juga anak-anak yang akan aku didik sendiri maka aku harus memperbanyak ilmu pengetahuan. Kemudian, sampailah kami di depan hotel.

Hotel ini memiliki aura yang senyap, membuatku dan teman-temanku agak takut. Lantainya tinggi mencapai 32 lantai, ada patung di depan pintu masuk, cat dinding dan karpetnya berwarna coklat dan lampunya berwarna kuning. Aku dapat kamar nomor 1412 yang artinya kamar nomor 12 lantai 14. Syukurlah, sepanjang lantai 14 itu semuanya dihuni oleh teman-temanku. Lalu, begitu aku membuka pintu kamar, jiwaku berguncang. Aku terdiam menatap ke dalam gelapnya kamar, kemudian aku berkata, “ada yang ingin tidur bersama-sama disini?” tak kusangka, tiga temanku berlari kearahku dan berkata, “ya! Ayo!” sepertinya mereka takut. Rencananya kami ingin bersatu di dalam kamar yang sama, namun setelah agak lama kami pun berani untuk tidur di kamar masing-masing. Kamar mandinya begitu luas, namun aku tak tahu kenapa bulu kuduk sering berdiri disetiap aku berdiri di belakang shower, tapi aku tak memperdulikannya. Kamar jendela yang sangat luas menghadap ke Twin Towers. Kamar ini sangat luas, ada dua kasur, meja rias dan sofa yang sangat empuk disamping jendela. Didepan kasur ada dua meja dan televisi. Aku memilih kasur yang disebelah meja rias, temanku kasur disebelah sofa. Temanku sedang sakit, karena itu ia langsung tertidur. Aku sendiri tak bisa tidur, untung saja channel bola menemaniku. Tengah malam, aku merasa pintu kamar mandi membuka dan menutup sendiri, lalu aku mendengar seperti aktivitas asing di dekat sofa. Tapi aku tak perduli, aku mengambil jaketku lalu aku pasang dan mataku kututup dengan penutup kepala. Ya, seperti kepompong. Dan akhirnya aku pun tertidur, menyambut perjalanan selanjutnya di hari esok.