Kali ini aku ingin membagikan cerita perjalananku di hari
pertama menuju ke negeri Petronas Twin Towers pada tanggal 6 November 2016
lalu. Awalnya aku hanya ingin menyimpan kenangan ini di dlm ingatanku sendiri,
akan tetapi seorang teman yg sudah kuanggap sebagai rekan telah menyadarkanku
satu hal bahwa tulisan bs dijadikan hasil yg tersisa di bumi ini jika diri ini
sudah tak ada lagi. Yah, itu benar. Siapa lagi yang akan mengetahui
cerita-cerita kita jikalau kita sudah tidak ada lagi atau mungkin saat kita
sudah tua nanti mungkin saja kita sudah lupa detail cerita-cerita kita sendiri.
Oleh karena itu, aku pun ingin menuliskannya...... say thanks to my partner!
(/^0^)/
Well, mari kita putar kembali ingatanku saat hari
pertama perjalanan. Perjalanan ini cukup panjang, memakan waktu 5 hari. Namun
kali ini aku hanya ingin menceritakan hari pertamaku saja. Ini adalah
perjalanan ke luar negeri bersama teman-teman seangkatan plus dosen dalam
rangka PKL memenuhi persyaratan mata kuliah. Ini untuk pertama kalinya aku
pergi seorang diri tanpa keluarga(ya! biasanya aku memang selalu menjadi buntut
keluarga haha.....) Di malam hari sebelum keberangkatan, aku mempersiapkan
semuanya. Dosen ketua prodi dan pihak travel memberi arahan kepada kami semua
bahwa koper jangan lebih dari 8kg, oleh karena itu aku mempersiapkan
perlengkapan di dlm koper beserta barbel seberat 8kg sebagai alat ukurnya.
Setelah selesai, aku memotret koperku+barbelnya lalu aku sengaja mempostingnya
di BBM. Seperti dugaanku, salah satu temanku berkomentar, "hey apa barbel
itu jg ingin kau bawa?" aku pun menjawab, "ya, untuk jaga diri"
(wah wah aku msh sempat2nya bercanda, tak sadar bahwa hari esok adalah hari
pertama dimana aku dilepas pergi seorang diri oleh org tuaku hahaha).
Hari esok pun datang, aku yang hampir seumur hidupku
tidak pernah memakai celana sejenis jeans akhirnya memakai benda itu jg. Semua
temanku kaget, ada yang bilang, "wow Rena! akhirnya kau memakai celana!"
aku pun menjawab, "ini style super”(haha aku takut jatuh disana sedangkan
kakiku baru beberapa bulan yang lalu patah.. well, mungkin suatu saat akan aku
ceritakan juga kepada pembaca kisah heroik ku berjalan menaiki tangga pakai
tangan demi UAS dengan kaki yang patah hahaha). Lalu, kami pun berbaris untuk
mengantri di bandara internasional Sultan Mahmud Badarudin II, Palembang.
Sebelum pergi, tak lupa aku mengambil foto bersama kedua orang tuaku dan
bersalaman dengan mereka. Aku berpikir jika saja pesawat kami terjadi apa2, ini
terakhir kalinya aku melihat mereka. Kemudian, ibuku pun memberiku makanan
kecil dan minuman... (oh no, minuman! banyak sekali! Ada aqua, susu, dll
sedangkan kami sdh diperingatkan utk tdk membawa cairan saat diperiksa!) Namun,
aku tak ingin menolak pemberian ibuku, maka aku mengambilnya kemudian aku dan
teman-temanku pun mengantri masuk ke dalam...Aku menoleh ke belakang keluar
jendela, disanalah ada orang tuaku berdiri menatapku. Aku sok tegar dengan
memasang wajah konyol yang biasa kumainkan dirumah dan tertawa. Aku selalu
menutupi kesedihanku dengan cara membuat lelucon. Saat melakukan imigrasi, air
yang banyak itu pun diperintahkan oleh petugasnya utk dibuang.. namun aku tak
rela membuang pemberian ibuku. Maka aku rela ketinggalan antrian, terputus dari
teman-temanku demi menghabiskan semua air2ku. Aku tak takut terpisah karena
kami memakai jaket berwarna kuning abu yang sama sebagai tanda. Aku dengan
tenang meminum semua air yang kupunya, baik air putih maupun susu sekaligus
(wah, kembung nih! Aku mabuk air T_T) lalu aku pun kembali melakukan
pemeriksaan sampai masuk ke dlm ruang tunggu.
Pesawat Lion Air tujuan Kuala Lumpur pun hendak
berangkat, kami semua diperintahkan untuk masuk. Aku duduk di bangku nomor 25C,
dua kursi disebelahku adalah teman sekelasku yaitu Maria dan Mela. Aku bertukar
tempat dengan Mela sehingga aku duduk di tengah diantara mereka. Saat pesawat
berangkat, ketika aku menoleh kesamping kanan, aku melihat temanku menitikkan
air mata. Oh, tidak! karena melihat dia menangis, aku pun akhirnya ikut
menitikkan air mata sejenak. Angkatan kami mayoritas perempuan, laki2 nyaris
tak ada, karena itu kami bs saling mengerti.
Tanah Kuala Lumpur pun akhirnya kami pijak dengan
selamat. Kami mengantri kembali untuk imigrasi. Namun aku dan 1 temanku bandel (hohoho...)
kami berdua keluar dari antri untuk membeli SIM card sedangkan yang lain tetap antri
ikut dosen. Banyak sekali orang asing yg ada disana, berbagai bahasa terdengar
di telingaku, termasuk kami pun memakai bahasa asing yaitu Palembang. Aku
melirik salah satu orang disekitar kami, ada yang melirik kearah kami dengan
ekspresi menduga2.. entah mungkinkah mereka juga orang Palembang dan mengerti
apa yang kami ucapkan? Saat itu kami seperti 2 anak ayam yang lepas dari barisannya,
parahnya kami melepas jaket PKL saat itu sehingga bisa saja dosen dan rombongan
kami meninggalkan kami. Kami stop dipinggiran sebelum ruang imigrasi utk
membeli SIM Card. Awalnya, kami memakai bahasa Inggris berbicara dengan
penjualnya, namun ternyata dua penjual itu bisa berbahasa Indonesia (meski
logatnya masih Malay sih haha). Aku membeli kartu 2gb Tune Talk seharga 30
Ringgit, sebenarnya aku tak perduli dengan harga saat itu karena aku
mengkhawatirkan rombongan kami yang semakin jauh meninggalkan kami. Seolah-olah
tahu bahwa aku gelisah, penjual itu mengajak kami ngobrol sambil
mengaktifkan sim card yang kami beli. Kekhawatiranku cukup mencair, aku pun
enjoy saja berbicara dengan mereka (setidaknya, tips agar tidak diganggu adalah
jangan memasang wajah takut ataupun wajah bingung didepan orang asing). Mereka
sangat ramah, dan aku suka sekali dengan cara bicara mereka. Kami berbicara
santai seolah-olah sudah sangat akrab dengan mereka lalu setelah selesai
memasangkan sim card, sinyal muncul kembali dengan tanda WhatsApp dari ayah dan
ibuku yang berbunyi berkali2. Lalu, kami pun membayar, mengucapkan terima kasih
dan berlari masuk ke dalam ruang imigrasi. (wow, sudah jauh sekali para
rombongan!) Kecemasan kembali bersemayam di hatiku, sedangkan kami tak
mungkin menjerit sekuat tenaga, "oy!! kami disini, tunggu kami!!"
ditengah keramaian orang. Temanku yang satu ini yang sangat pemberani, dia
berkata, "tenang saja, yang penting skrg kita tak perlu pusing mikir beli
SIM card." Ada benarnya sih dia, tapi aku tetap khawatir karena ini
antrian, tidak bs cepat ataupun memotong. Aku hanya dpt berdoa, aku
sangat yakin dimana pun aku berada penciptaku selalu melihatku. Bingo!
Keberuntungan sedang memihak kami! tak lama dari itu, antrian yang satu lagi
terbuka sehingga bule-bule di depan dan dibelakang kami menyerbu antrian itu.
Kesempatan itulah yg kami gunakan untuk ikut menyusup mendekat kearah rombongan
kami. Akhirnya kami pun bersatu dengan antrian mereka meski paling belakang.
Salah satu teman kami menoleh dan menyapa kami berdua. Di antrian, ada bapak2
menegur kami.. ternyata dia orang India, dia menanyakan asal kami dan mengajak
kami ngobrol..... mungkin dia hanya ingin mengisi waktu luang saat mengantri.
Setelah imigrasi, sampai aku yang paling terakhir
ditunggu oleh pak ketua prodi, akhirnya kami berkumpul utk mengambil koper
masing2. Aku menemukan koperku berwarna ungu yang sudah di ikat dengan tulisan
10kg, ternyata 8kg itu hanya batas yang diberikan oleh pihak travel.
Sebenarnya, koperku sudah 2x kulewati karena pin dari Fun Walk dan Mentoring
yang kupasang di koper itu ternyata sudah dilepaskan oleh orang saat
pemeriksaan (padahal itu kenangan!!! T_T). Saat menunggu, entah menunggu apa,
aku berinisiatif utk duduk diatas koperku sendiri dan semua temanku pun ikut
duduk diatas koper mereka masing2. Saat itu juga hapeku tiba2 berbunyi BBM dan
Line yang sgt banyak secara bersamaan lalu teman-teman disekitarku pun menoleh
ke arahku. Aku terdiam menahan nafas seolah2 tak mendengar apa2, mereka bak
vampire yang sedang haus darah, ada yg berkata, "wow, ada sinyalkah?"
aku pun mengakui bahwa tadi aku membeli SIMcard, lalu aku berupaya mendiamkan
mereka dengan berkata, "nanti aku hidupkan wifi kok", ya akhirnya
mereka pun tidak membahasnya lagi..
Aku dan rombongan pun berjalan sambil menyeret koper
yang berat, ditambah tas ranselku yang kembung yang diluarnya aku ikatkan
kantung makanan dari ibuku (kayak pengembara, entah saat itu aku tak perduli
dengan penampilanku toh gak ada yang kenal wkwk). Kami berjalan menuju ke bus
yang sudah kami sewa oleh pihak travel. Di bus aku duduk sebangku dengan teman
sekamarku yaitu Jasmine. Aku duduk di bangku nomor 27 (ya! nomor Stoner!! hehe).
Bus nya ada dua, bus utk anak Indralaya dan bus utk anak bukit. Di dlm bus aku
menghidupkan wifiku utk teman2 yg minta, sekitar 4 orang saat itu namun aku
memperingatkan mereka jgn download sesuatu yg dpt menguras banyak data.
Diperjalanan sangat seru, teman2 dibelakang bercanda ria dengan tawa mereka
yang menggelegar didalam bus kami. Kami semua pun ikut tertawa mendengar
cerita2 mereka yg terdengar sampai ke depan keseluruh isi bus ini meski didepan
ada pak ketua prodi. Oh ya, tujuan pertama kami adalah Istana Negara!
Di Istana Negara, kami hanya berfoto dan melihat-lihat
sekitar. Saat berfoto, aku dan temanku ditegur oleh seorang wanita yang berasal
dari Thailand. Kami berpikir dia meminta tolong kepada kami agar memotretnya,
ternyata dia malah mendekatkan kami kepadanya dan ingin berfoto bersama kami. Kaget,
tapi tetap tersenyum.. cheer! (namun fotonya dihape dia T_T) Tak lama dari itu
kami pun dipanggil kembali ke bus untuk makan siang dan beribadah. Untuk
pertama, kami masih makan di rumah makan padang yang ada disana wkwk.
Sumpah, masjidnya bagus... luas dan besar, rasanya
foto dan video pun hasilnya tak sebagus yang dilihat oleh mata. Disitu aku
berkhayal seandainya aku seorang ilmuwan, aku ingin menciptakan kaca mata yang
memiliki kamera yang dapat merekam semuanya sama persis dengan yang dilihat
oleh mata. Di masjid kami kesasar, disana banyak laki-laki arab yang hitam dan
tinggi. Muncullah pepatah, “malu bertanya sesat dijalan”, kami pun bertanya
dimana lokasi wudhu untuk wanita. Akhirnya setelah berkeliling, bertemu jalan
buntu, belok sana sini, kami pun sukses beribadah zuhur sekaligus menjamak asar
karena waktu asar pasti masih di dalam bus.
Tujuan selanjutnya adalah Cocoa Boutique dan Twin
Towers. Cocoa adalah rumah coklat di malaysia. Proses pembuatan coklat pun ada
disana, kami menonton ibu-ibu yang berbahasa malay menjelaskan proses pembuatan
coklat itu, kemudian ia memberikan kami satu per satu sample untuk dicicipi
(wow, enak bgt!), kami berfoto-foto disana. Lokasi Cocoa Boutique dekat dengan
Twin Towers maka setelah itu kami hanya berjalan kami menuju ke tamannya. Waktu
banyak kami habiskan di taman petronas twin towers sampai hampir magrib. Kami
hanya berfoto-foto, aku bergulingan di taman yang bersih itu untuk memotret
ujung twin towers yang tinggi (gak perduli ah, gak ada yang kenal aku juga).
Well, saat itu aku merasa alangkah luasnya dunia ini dan alangkah bahagianya
melakukan perjalanan bersama teman-teman.
Malam hari pun datang, di negara ini gelapnya langit
lebih lama daripada di Indonesia. Pukul 7 di Indonesia sudah gelap, namun
disini masih kayak senja. Kami pun makan malam di restoran berbintang. Meja
bundar yang aku dan temanku tempati sangatlah ramai karena teman-temanku tak
hentinya membuat lelucon. Temanku yang lagi sakit pun mendadak sembuh saat itu
karena tertawa. Lebih parahnya, kami berebutan makanan sehingga makanannya
melumer sampai ke alas mejanya. Bahkan saat pelayan belum meletakkan piring
dari tangannya ke meja, kami sudah menyerbunya membuat pelayan-pelayan itu pun
ikut tertawa kecil.
Angin malam pun membelai wajahku diperjalanan menuju ke hotel. Aku pun terdiam menatap Twin Towers. Aku tak menyangka saat iini aku berdiri tegak dilangit malam seorang diri tanpa orang tuaku. Aku tak pernah melakukan perjalanan jauh tanpa mereka, tapi kali ini aku sendiri bersama teman-temanku. Aku merasa lebih hidup, degub jantungku terasa berdegub kencang. Aku sadar, aku sudah berumur, tak pantas lagi selalu berada dirumah bersama orang tua, aku harus mendapatkan banyak pengalaman karena jika penciptaku mengizinkan, suatu saat aku akan memiliki pasangan hidup yang akan aku urus keperluannya juga anak-anak yang akan aku didik sendiri maka aku harus memperbanyak ilmu pengetahuan. Kemudian, sampailah kami di depan hotel.
Hotel ini memiliki aura yang senyap, membuatku dan
teman-temanku agak takut. Lantainya tinggi mencapai 32 lantai, ada patung di
depan pintu masuk, cat dinding dan karpetnya berwarna coklat dan lampunya
berwarna kuning. Aku dapat kamar nomor 1412 yang artinya kamar nomor 12 lantai
14. Syukurlah, sepanjang lantai 14 itu semuanya dihuni oleh teman-temanku. Lalu,
begitu aku membuka pintu kamar, jiwaku berguncang. Aku terdiam menatap ke dalam
gelapnya kamar, kemudian aku berkata, “ada yang ingin tidur bersama-sama
disini?” tak kusangka, tiga temanku berlari kearahku dan berkata, “ya! Ayo!”
sepertinya mereka takut. Rencananya kami ingin bersatu di dalam kamar yang
sama, namun setelah agak lama kami pun berani untuk tidur di kamar
masing-masing. Kamar mandinya begitu luas, namun aku tak tahu kenapa bulu kuduk
sering berdiri disetiap aku berdiri di belakang shower, tapi aku tak memperdulikannya.
Kamar jendela yang sangat luas menghadap ke Twin Towers. Kamar ini sangat luas,
ada dua kasur, meja rias dan sofa yang sangat empuk disamping jendela. Didepan
kasur ada dua meja dan televisi. Aku memilih kasur yang disebelah meja rias,
temanku kasur disebelah sofa. Temanku sedang sakit, karena itu ia langsung
tertidur. Aku sendiri tak bisa tidur, untung saja channel bola menemaniku.
Tengah malam, aku merasa pintu kamar mandi membuka dan menutup sendiri, lalu
aku mendengar seperti aktivitas asing di dekat sofa. Tapi aku tak perduli, aku
mengambil jaketku lalu aku pasang dan mataku kututup dengan penutup kepala. Ya,
seperti kepompong. Dan akhirnya aku pun tertidur, menyambut perjalanan
selanjutnya di hari esok.